Jumaat, 7 Januari 2011

PaSiR & Batu


Dua orang pengembara sedang melakukan perjalanan. Mereka telah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang perjalanan hanya ada pasir membentang.

Jejakan kaki mereka meliuk-liuk di belakang. Membentuk kurva yang berujung di setiap langkah yang mereka tapaki. Debu-debu pasir yang beterbangan memaksa mereka berjalan merunduk.

Tiba-tiba badai datang seiringan dengan angin besar menerjang mereka. Hembusannya membuat tubuh dua pengembara itu limbung. Pasir berterbangan di sekeliling mereka. Pakaian mereka mengelepak, membuatkan mereka sukar menapak kehadapan disamping kaki mereka yang terbenam di pasir. Mereka saling berpegangan tangan dengan penuh keeratan. Mereka saling mencuba melawan ganas arah badai tersebut.

Badai reda, tapi musibah lain menimpa mereka. Kantong bekal air minum mereka terbuka saat badai menimpa. Tanpa mereka sedari bekalan air tersebut meleler sehingga kantong itu kosong. Kedua pengembara itu duduk termenung, mengenangkan nasib.

“Ah..,tamatlah riwayat kita,” kata pengembara pertama. Lalu ia menulis di pasir dengan ujung jarinya.

“Kami sedih. Kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini.”

Kawannya, si pengembara dua pun nampak pelek dengan sikap rakan pengembaranya. Namun, mereka tetap tabah menempuhnya. Mereka bersiap kembali untuk meneruskan perjalanan. Setelah sekian lama menapak di padang pasir, mereka melihat ada sebuah Oasis di pandangan 100 meter kehadapan.

“Kita selamat,” seru salah seorang di antara mereka.

“Lihat, ada air di sana.”

Dengan sisa tenaga yang ada, mereka berlari ke arah Oase tersebut. Benar-benar sebuah kolam. Meski kecil tapi airnya cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya dan mengisi kantong air. Sambil beristirahat, pengembara pertama mengeluarkan pisau genggamnya dan memahat di atas sebuah batu.

“Kami bahagia. Kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini.”

Pengembara kedua heran.

“Mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi kau menulis di pasir??” Yang ditanya tersenyum.

Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu di atas pasir. Biarkan angin keikhlasan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus,”jawabnya dengan bahasa cukup puitis.

“Namun,ingatlah saat kita mendapat kebahagiaan. Pahatlah kemuliaan itu di batu agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kesenangan itu di kerasnya batu agar tak ada yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.”

Bekal air minum telah di persiapkan, istirahat telah mencukupi, kini saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Kedua pengembara itu melangkah dengan ringan seringan angin yang bertiup mengiringi.

Teman, kesedihan dan kebahagiaan selalu hadir. Berselang-seling mewarnai panjangnya hidup ini. Keduanya mengimbau memori di hamparan pikiran dan hati kita. Namun, adakah kita bersikap seperti pengembara tadi yang mampu menuliskan setiap kesedihan di pasir agar angin keikhlasan membawanya pergi??

Teman, kita perlu ingat setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita miliki. Simpanlah semua itu di dalam lubuk hati kita agar tak ada yang mampu menghapusnya. Torehkan kenangan bahagia itu agar tak ada angin kesedihan yang mampu melenyapkannya. InsyaAllah, dengan ini kita akan selalu optimis dalam mengarungi panjangnya hidup ini.

( dari buku Kekuatan Cinta)